Kulim (Scorodocarpus borneensis) – Pohon Kayu Bawang Harum dari Indonesia

– Kulim, atau dikenal secara ilmiah sebagai , adalah spesies pohon endemik yang menjadi satu-satunya anggota dari genus Scorodocarpus dalam famili Olacaceae.

Nama kulim disematkan pada pohon ini karena setiap bagiannya mengeluarkan aroma bawang yang , terutama setelah hujan atau saat terluka.

Menjulang tinggi antara 10-40 meter, bahkan mencapai 60 meter dalam kasus tertentu, dengan batang berdiameter 20-80 sentimeter hingga 150 sentimeter, pohon ini memiliki tajuk yang lebat.

Batangnya lurus dan berlekuk-lekuk, terkadang terdapat banir kecil, sementara kulit luarnya berwarna kelabu hingga cokelat merah tua yang cenderung mengelupas membentuk kepingan persegi panjang tipis.

Kulit dalam menyerat, berwarna merah keunguan dengan noktah-noktah oranye. Ranting-rantingnya halus dan gundul di ujung, sementara bagian yang lebih tua berwarna gelap dengan banyak lentisel memanjang.

Daunnya tunggal dan tersusun dalam spiral, dengan tepi rata dan tanpa daun penumpu. Helaian daun berbentuk jorong-lonjong dengan ukuran 7-15(-22, -32) × 3-5(-7, -12) sentimeter, dengan ujung meruncing membentuk ujung penetes (acumen) sepanjang 1-2 sentimeter, serta pangkal membundar atau membaji.

Permukaan atas daun berwarna hijau mengkilap, sementara sisi bawah lebih pucat, dengan 4-5(-7) pasang tulang daun sekunder. Tangkai daunnya berukuran 1-1,5(-2) sentimeter dan menggembung di sisi distal.

Perbungaan berupa tandan pendek di ketiak daun yang berbulu beledu pendek berwarna karat hingga kelabu, dengan poros sepanjang 2(-4) sentimeter.

Bunga-bunganya menempel sendiri atau berkelompok 2 hingga 3 kuntum dengan tangkai sepanjang 1,5-2 milimeter.

Kelopak bunganya kecil berbentuk mangkuk dengan tepi bergelombang atau bergigi, sementara mahkotanya berbentuk lonjong-sempit dengan ukuran 8-10(-15) × 2 milimeter, melengkung ke arah luar, dan berwarna kekuningan, merah jambu, atau putih krem.

Baca Juga :   Mengenal Kayu Kulim: Keunggulan, Karakteristik, dan Penggunaannya

Benang sarinya berwarna kuning dengan panjang 3-4 milimeter. Buahnya berbentuk batu, hampir bulat atau sedikit menyerupai buah pir, berukuran (3-)4-5(-7,5) sentimeter, berwarna hijau, gundul, dengan garis samar vertikal menyerupai rusuk, berdaging tipis, dan berbiji satu.

Baca Juga :   Pohon Kulim, Harta Karun Alam yang Terancam Punah

Secara alami, kulim tersebar di Semenanjung Malaya (mulai dari wilayah Thailand hingga ke selatan), , Sumatra, termasuk Kepulauan Lingga.

Pohon ini biasa dijumpai di hutan primer dataran rendah, sering juga di hutan yang terganggu atau hutan sekunder, di daerah datar, kadang-kadang di wilayah yang tergenang secara musiman, atau di wilayah bergelombang (perbukitan) hingga ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, bahkan mencapai 900 meter dalam beberapa kasus langka.

tumbuh pada tanah liat atau berpasir, jarang pada tanah hitam, dengan pola penyebaran yang terpencar-pencar, meskipun terkadang dijumpai umum secara lokal atau bahkan berkelompok dalam jumlah besar.

Dari segi , ini menghasilkan berbobot sedang hingga berat yang dikenal sebagai kulim dalam perdagangan. Kerapatan kayunya berkisar antara 645-1.080 kilogram per meter kubik pada kadar air 15%.

Bagian teras berwarna cokelat kemerahan hingga cokelat keunguan gelap, dengan jelas terbedakan dari bagian gubal yang berwarna putih atau kuning pucat setebal hingga 5 sentimeter.

Serat kayunya berpadu dangkal maupun dalam, terkadang lurus, bergelombang, atau tidak teratur, dengan tekstur halus sedang hingga kasar sedang dan merata.

Baca Juga :   Kayu Atap Terbaik untuk Rumah Anda: Pilihannya dan Keunggulannya

kulim memiliki kekerasan sedang hingga keras, sangat , dengan keawetan tergolong sedang hingga awet; percobaan kuburan di Semenanjung Malaya menunjukkan daya tahan hingga 4 tahun.

Baca Juga :   Mengenal Kayu Kulim: Keunggulan, Karakteristik, dan Penggunaannya

Tingkat penyusutan kulim bervariasi dari rendah hingga tinggi, terutama di arah tangensial. Proses pengeringan cukup cepat, dengan sedikit cacat berupa retak dan pecah ujung; papan setebal 13 milimeter dan 38 milimeter masing-masing membutuhkan waktu 2 dan 4 bulan untuk mengering dari kondisi segar hingga kering udara.

Kayu ini relatif mudah digergaji, namun hasil penyerutan yang baik bergantung pada seberapa banyak serat yang berpadu di dalamnya.

Dapat dilubangi, dibor, dan diamplas dengan hasil yang baik, tetapi sulit dikupas, dibentuk, dan dipaku. Cukup tahan terhadap serangan jamur, namun rentan terhadap kumbang penggerek dan kumbang tanduk.

biasa digunakan dalam menengah hingga berat di bawah atap, seperti untuk tonggak, tiang, balok, kasau, dan jendela, serta .

Juga dimanfaatkan untuk jembatan, tiang-tiang penyangga, tiang di laut (tanpa dikupas kulitnya), lunas , dan alat-alat pertanian.

Selain kayu, juga memiliki lain. Di Sarawak, daun mudanya dimakan, sementara buahnya juga dapat dikonsumsi dan terkadang dimanfaatkan sebagai pengganti bawang.

Buah dan rebusan kulit batangnya digunakan untuk mengatasi keracunan ipuh (Antiaris toxicaria). Ekstrak buahnya juga diketahui memiliki khasiat anti-mikroba.

Dengan unik dan melimpah, kulim atau merupakan spesies pohon kayu langka yang patut dilestarikan.

Baca Juga :   Kayu Kulim, Investasi Bernilai Tinggi Masyarakat Bengkulu

Perannya sebagai penghasil tinggi dalam , jembatan, , dan peralatan pertanian menjadikannya aset berharga bagi .

Baca Juga :   Karakteristik dan Keunikan Kayu Kulim dan Pemanfaatan Luas dalam Berbagai Aspek Kehidupan

Namun, lebih dari itu, pohon ini memiliki kegunaan lain yang mungkin belum banyak diketahui, seperti sebagai sumber pangan dan obat-obatan alami.

Sebagai bagian dari kekayaan hayati , Malaysia, dan kawasan Asia Tenggara lainnya, pelestarian habitat alami kulim menjadi hal yang sangat penting.

Dengan menjaga kelestarian hutan tropis dan mengupayakan pengelolaan sumber daya alam yang , kita tidak hanya melindungi spesies ini, tetapi juga melestarikan keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

Bagi para peneliti, akademisi, dan pemerhati lingkungan, kulim menawarkan peluang yang menarik untuk mengeksplorasi lebih lanjut potensi dan manfaatnya.

Dari studi botani hingga dalam bidang medis, masih terbuka luas ruang untuk melakukan penelitian dan pengembangan terkait spesies ini.

Untuk masyarakat umum, mengenal dan mengapresiasi kulim dapat memperluas wawasan tentang keanekaragaman hayati di sekitar kita.

Melalui edukasi dan kampanye , kita dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam, khususnya spesies-spesies langka seperti pohon kayu ini.

Mari kita bersama-sama melestarikan kulim sebagai bagian dari warisan alam dan kawasan Asia Tenggara.

Dengan mempelajari, menghargai, dan melindungi spesies ini, kita tidak hanya mempertahankan kekayaan hayati, tetapi juga menjaga keseimbangan alam untuk generasi mendatang.

Terlibatlah dalam upaya , penelitian, atau edukasi terkait kulim, dan ambillah peran aktif dalam menjaga kelestarian kekayaan alam kita yang tak ternilai.