Melestarikan Hutan Adat Sumatera

– Eksploitasi hutan di semakin mengkhawatirkan, terutama di Sumatera, di mana populasi pohon-pohon khas seperti kulim (Schorodocarpus borneensis) dan  (Cotylelobium melanoxylon) terus menurun.

Padahal, kedua jenis pohon ini memiliki nilai ekologis dan yang tinggi. Kulim dikenal karena kualitas kayunya yang kokoh dan kulit serta buahnya untuk kesehatan. Sementara itu, sering dimanfaatkan untuk , dan kulitnya mengandung senyawa yang berpotensi sebagai obat.

Namun, kerusakan hutan akibat perluasan perkebunan, aktivitas penebangan liar, dan lemahnya penegakan hukum menjadi ancaman serius. Apakah kita hanya akan menjadi saksi dari hilangnya kekayaan alam ini?

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Di tengah ancaman ini, masyarakat adat Sumatera tampil sebagai penjaga terakhir kelestarian hutan.   di Kampar, , dan   di Merangin, , menjadi contoh nyata bagaimana pengelolaan adat mampu menjaga ekosistem hutan dengan baik.

Baca Juga :   Mengapa Perlu Merawat Furnitur Kayu di Musim Hujan?

Kelompok masyarakat adat di kedua kawasan ini telah mengembangkan aturan ketat, seperti pembatasan penebangan dan perlindungan area tertentu dari eksploitasi. Bahkan, masih menjadi rumah bagi satwa liar seperti harimau, beruang, dan burung rangkong gading, yang keberadaannya semakin langka.

Baca Juga :   Apa Manfaat Kayu Meranti: Kekuatan, Keindahan, dan Penggunaannya dalam Konstruksi, Furnitur, Plywood, Pembuatan Perahu, Alat Musik, dan Kerajinan Tangan

Kapan Kita Harus Bertindak?

Waktunya adalah sekarang. Mengabaikan pentingnya pelestarian hanya akan mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati Sumatera. Fakta menunjukkan, keragaman hayati di sudah berada pada level sedang (indeks Shannon-Wiener H’ = 2,0275), sementara Hutan Adat masih cukup tinggi (H’ = 3,201). Ini adalah sinyal bahwa upaya mendesak untuk mencegah degradasi lebih lanjut.

Baca Juga :   Menguak Harga Kayu Bengkirai Per Kubik di Jakarta Selatan untuk Berbagai Keperluan Konstruksi

Di Mana Upaya Pelestarian Harus Dimulai?

Pusat harus berfokus pada hutan adat, seperti dan . Lokasi ini memiliki potensi besar untuk menjadi model pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Dengan bantuan lembaga penelitian, seperti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok, eksplorasi sumber benih kulim dan di kedua kawasan ini dapat dioptimalkan.

Baca Juga :   Keunikan Kayu Kalimantan: Mulai Dari Kayu Ulin, Bengkirai, hingga Merbau

Mengapa Pengelolaan Adat Efektif?

Hukum adat tidak hanya melestarikan hutan tetapi juga memberikan langsung bagi masyarakat setempat. Di , aturan adat membatasi aktivitas masyarakat luar di bagian hutan selatan, sehingga bagian tengah hutan tetap terlindungi. Di , aturan adat bahkan mengatur kuota penebangan dan pembagian hasil panen ikan dari lubuk larangan.

Pendekatan ini memberikan keseimbangan antara pelestarian dan sumber daya alam secara . Dengan kata lain, masyarakat adat memahami bagaimana menjaga hutan tetap lestari sambil memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Baca Juga :   Kayu Bengkirai Anti Rayap Kayu Bengkirai Harga Mengenal Kegunaan Bangkirai Whatsapp Balau Konstruksi

Bagaimana Kita Dapat Membantu?

Sebagai masyarakat yang peduli, kita bisa ikut berkontribusi melalui langkah-langkah berikut:

  1. Mendukung hutan adat: Donasi atau berlangganan ke lembaga seperti Forest Digest dapat membantu menguatkan pelestarian hutan.
  2. Edukasi dan kampanye: Membagikan informasi mengenai pentingnya hutan adat ke media sosial atau lingkungan sekitar.
  3. Tekanan kebijakan: Mendorong pemerintah untuk memperluas pengakuan hutan adat dan memperketat pengawasan terhadap aktivitas ilegal.
Baca Juga :   Toko Kayu Terdekat di Jakarta Utara: Solusi Terbaik untuk Kebutuhan Kayu Berkualitas

Keberhasilan pelestarian hutan adat seperti dan Guguk membuktikan bahwa solusi untuk mengatasi eksploitasi hutan tidak hanya bergantung pada pemerintah atau lembaga internasional. Masyarakat adat adalah kunci. Mari kita bersama-sama menjaga warisan alam ini demi masa depan generasi mendatang.