
KLIKKAYU.COM – Industri galangan kapal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, mengalami pasang surut yang signifikan. Sejumlah usaha memilih untuk menutup operasi karena penurunan pesanan kapal yang berkelanjutan.
Namun, ada juga yang tetap bertahan dengan mengandalkan inovasi. Upaya komprehensif diperlukan untuk menyelamatkan industri yang dulunya menjadi kebanggaan Batang ini.
Masa Kejayaan dan Kemunduran Industri Galangan Kapal
Sekitar satu dekade lalu, industri galangan kapal di Batang mengalami masa kejayaan. Ratusan kapal perikanan dari Batang dijual ke berbagai daerah di Indonesia setiap tahunnya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, industri ini mengalami penurunan yang signifikan, sehingga memerlukan tindakan untuk mencegahnya dari kemunduran yang lebih lanjut.
Pada Kamis, 15 Juni 2023, di Desa Klidang Lor, Kecamatan Batang, enam pekerja terlihat sedang berjuang menarik kayu bengkirai. Kayu seberat 300 kilogram dengan panjang 2,5 meter itu ditarik menggunakan tali tambang.
Kayu tersebut akan digunakan untuk membuat kerangka kapal perikanan berukuran 30 gros ton (GT), pesanan seorang nelayan lokal Batang.
Kisah Para Pengusaha Galangan Kapal
Daryoso (47), kepala proyek di galangan kapal tersebut, mengatakan bahwa tahun ini mereka hanya menerima tiga pesanan kapal dari nelayan lokal. Semuanya adalah kapal berukuran 30 GT dengan alat tangkap jaring.
Daryoso menjelaskan bahwa harga satu kapal kayu ukuran 30 GT, lengkap dengan mesin, alat tangkap, ruangan pendingin, dan perlengkapan navigasi, mencapai Rp 2,5 miliar dan memerlukan waktu pengerjaan sekitar lima bulan.
Daryoso mengungkapkan bahwa pesanan kapal tahun ini jauh lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai tujuh pesanan. Pada masa jayanya sekitar tahun 2011, mereka bisa menerima setidaknya sepuluh pesanan kapal.
Pesanan tersebut datang dari berbagai daerah seperti Rembang, Kota Tegal, Pati, bahkan dari Banyuwangi, Bali, Kalimantan, dan Papua.
Akibat sepinya pesanan, Daryoso terpaksa mengurangi jumlah pekerja dari 25 menjadi hanya 6 orang untuk memangkas biaya operasional. Sebagian pekerjanya beralih profesi menjadi tukang ojek, bekerja di pabrik, atau berjualan makanan.
Dulu ada sepuluh galangan kapal kayu di sekitarnya, namun kini hanya tiga yang masih bertahan.
Tarsono (49), kepala tukang di galangan kapal Nelayan Pantura Jaya, juga mengeluhkan penurunan permintaan kapal kayu. Penurunan ini sudah dirasakan sejak sembilan tahun terakhir.
Pada 2010-2014, mereka menerima belasan pesanan kapal setiap tahun, namun setelah 2014 jumlah pesanan terus menurun, mencapai titik terendah pada 2021 dengan hanya satu pesanan.
Pada tahun 2022, kondisi sedikit membaik dengan empat pesanan, dan tahun ini mereka kembali mendapat empat pesanan kapal kayu berukuran 140 GT. Tarsono bersyukur usahanya masih bisa bertahan di tengah banyaknya galangan kapal lain yang bangkrut.
Tarsono menekankan bahwa mereka selalu menggunakan bahan baku berkualitas, seperti kayu bengkirai, merbau, dan laban, yang tahan lama dan bisa membuat kapal bertahan hingga 25 tahun.
Inovasi Sebagai Kunci Bertahan
Di tengah kesulitan, sebagian pengusaha galangan kapal di Batang terus berinovasi agar usahanya tetap bertahan. Muji (50), warga Pekalongan, membuka galangan kapal di Klidang Lor dan melihat perubahan tren di kalangan nelayan.
Dulu, kapal perikanan mayoritas dibuat dari kayu dengan lapisan fiberglass, namun kini sebagian nelayan lebih menyukai kapal berbahan serat kaca yang dinilai lebih tahan lama dan tangguh menghadapi gelombang.
Muji, yang telah belasan tahun bekerja sebagai kepala tukang bagian fiber, melihat peluang ini dan memutuskan untuk merintis usaha galangan kapal fiberglass. Awalnya ia kesulitan mendapatkan pelanggan, namun setelah sebelas bulan, ia berhasil menjual kapal serat kaca berukuran 125 GT ke seorang nelayan dari Jawa Timur.
Tahun ini, Muji mendapatkan delapan pesanan kapal serat kaca dengan ukuran 300 GT. Harga satu kapal serat kaca berukuran 300 GT tanpa mesin, alat tangkap, dan peralatan berlayar sekitar Rp 10 miliar, sementara kapal siap layar mencapai Rp 30 miliar.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Muji mengakui bahwa biaya bahan baku kapal fiber sangat mahal, mencapai Rp 100 juta per hari, belum termasuk ongkos pekerja. Ia sering meminjam uang di bank untuk membeli bahan baku, dan dari usahanya, ia bisa mengantongi untung bersih sekitar Rp 200 juta per tahun.
Muji berharap pesanan kapal dari nelayan bisa kembali meningkat agar usahanya bisa terus bertahan dan mensejahterakan ratusan pekerja yang bergantung padanya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, Riswanto, menyebutkan bahwa lesunya pemesanan kapal disebabkan oleh ketidakpastian usaha di sektor kelautan dan perikanan. Banyak aturan dan kebijakan terkait usaha perikanan yang sering berubah.
Selain itu, nelayan juga menghadapi masalah kenaikan harga BBM, biaya operasional, serta penurunan hasil tangkapan ikan akibat cuaca dan iklim, sementara harga ikan cenderung stagnan atau turun.
Peran Pemerintah dan Kondisi Terkini
Pada periode 2010-2014, industri galangan kapal di Batang berjaya karena program Inka Mina dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Program ini memberikan 1.000 kapal di atas 30 GT secara gratis kepada nelayan.
Kapal-kapal tersebut mayoritas dibuat di Batang, yang saat itu diklaim sebagai pusat galangan kapal terbaik se-Asia Tenggara.
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Batang mencatat bahwa pada masa itu, ada 60 galangan kapal di sepanjang aliran Sungai Sambong. Setiap galangan kapal bisa memproduksi hingga sepuluh kapal per tahun.
Kini, jumlah usaha galangan kapal di Batang tinggal 17 unit, terdiri dari galangan kapal kayu dan serat kaca, dengan rata-rata produksi empat kapal per tahun.
Pemerintah setempat mengakui keterbatasan dalam mengubah keadaan dan memerlukan perubahan kebijakan komprehensif dari pemerintah pusat. Penjabat Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, menyebutkan bahwa penurunan permintaan kapal dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM, penurunan daya beli masyarakat, dan pembatasan perizinan pembuatan kapal baru.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Batang, Windu Suriadji, mengatakan bahwa pihaknya hanya bisa membantu dari segi promosi dan penyediaan lahan sewa bagi para pelaku usaha galangan kapal.
Pertanyaan Umum (FAQ)
Mengapa industri galangan kapal di Batang mengalami penurunan?
Penurunan industri galangan kapal di Batang disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan pesanan kapal, ketidakpastian usaha di sektor perikanan, kenaikan harga BBM, dan penurunan daya beli masyarakat.
Apa saja inovasi yang dilakukan pengusaha galangan kapal di Batang?
Salah satu inovasi utama adalah peralihan dari pembuatan kapal kayu ke kapal berbahan serat kaca yang dinilai lebih tahan lama dan tangguh menghadapi gelombang.
Bagaimana peran pemerintah dalam membantu industri galangan kapal di Batang?
Pemerintah setempat membantu melalui promosi dan penyediaan lahan sewa, namun perubahan kebijakan komprehensif dari pemerintah pusat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang lebih mendalam.
Apa dampak program Inka Mina bagi industri galangan kapal di Batang?
Program Inka Mina pada periode 2010-2014 memberikan dorongan besar bagi industri galangan kapal di Batang, menjadikannya pusat pembuatan kapal terbaik se-Asia Tenggara pada masa itu.