KLIKKAYU.COM – Dikenal sebagai spesies langka yang terancam punah, pohon kulim (Scorodocarpus borneensis) menyimpan sejuta manfaat berharga.
Tak hanya kayunya yang bernilai ekonomi tinggi, buah dan daunnya pun memiliki khasiat tak ternilai bagi kehidupan masyarakat di kawasan tertentu.
Salah satu contohnya adalah Suku Talang Mamak di Provinsi Riau yang memanfaatkan buah kulim sebagai bumbu dapur pengganti bawang putih.
Menurut Dodi Frianto, Pengendali Ekosistem Hutan Muda di Balai Penerapan Standar Instrumen LHK Kuok, senyawa aromatik metil tiometil sulfida dalam buah kulim memberikan citarasa gurih pada masakan layaknya bawang putih.
Selain sebagai bumbu, Suku Talang Mamak juga memanfaatkan buah kulim untuk mengatasi masuk angin.
Sementara itu, masyarakat di Kalimantan menggunakan buah kulim sebagai obat cacingan dan daunnya sebagai sayur serta obat diare.
Tak hanya itu, buah kulim juga dipercaya sebagai penawar racun dari pohon ipoh (Antiaris toxicaria).
Dodi menambahkan, bukan hanya manusia yang menyukai buah kulim. Satwa liar seperti babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), dan kancil (Tragulus javanicus) juga menggemarinya.
Bahkan, buah yang masih menempel di persemaian pun tetap dimakan satwa dengan cara mendongkelnya.
Manfaat kulim memang tak terbatas. Kulit kayu, buah, dan daunnya memiliki khasiat luar biasa, terutama dalam bidang kesehatan.
Kulit kayunya terbukti memiliki sifat antioksidan, antibakteri, antikanker, dan antileukimia. Tak heran jika kayunya bernilai komersial tinggi, mencapai Rp6,5 juta per meter kubik.
Masyarakat sangat meminati kayu kulim sebagai bahan bangunan seperti kusen, pintu rumah, dan jendela. Pohon anggota famili Olacaeae ini termasuk kelas kuat I dan kelas awet I–II.
Namun di balik segudang manfaatnya, keberadaan pohon kulim semakin terancam punah. Eksploitasi berlebihan terhadap kayunya dan buahnya, ditambah pertumbuhannya yang sangat lambat, menjadi penyebab utama kelangkaannya.
Tak mengherankan jika kulim termasuk dalam daftar 200 jenis tumbuhan langka di Indonesia yang tercatat dalam buku “Tumbuhan Langka Indonesia” yang ditulis oleh Mogea J.P.M., Gandawidjaja D., Wiriadinata H., R.E. Nasution, dan Irawati pada tahun 2001.
Secara geografis, kayu kulim tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Keberadaannya dalam suatu ekosistem mengindikasikan bahwa ekosistem tersebut cukup “tua” dan stabil, mengingat sifat alaminya yang lambat tumbuh dan berkembang.
Keberadaan pohon kulim di hutan alam biasanya ditemani oleh populasi jenis giam dan gaharu. Ketiga spesies ini tumbuh dan berkembang berasosiasi, sehingga menjadi indikator ekosistem tersendiri.
Di Provinsi Riau, kulim tumbuh di berbagai wilayah meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Indragiri Hulu.
Pohon kulim tumbuh di hutan dataran rendah dan bukit hingga ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, dengan tanah kering atau berpasir.
Spesies ini menyukai habitat bertopografi datar hingga bergelombang dan berkemiringan 0–15%.
Dengan segala manfaat dan keunikannya, sudah sepatutnya kita menjaga kelestarian pohon kulim dari ancaman kepunahan.
Pohon kulim merupakan spesies langka yang menyimpan kekayaan manfaat luar biasa, mulai dari kayunya yang bernilai ekonomi tinggi hingga buah dan daunnya yang memiliki khasiat dalam bidang kesehatan.
Namun sayangnya, keberadaannya semakin terancam punah akibat eksploitasi berlebihan dan pertumbuhannya yang lambat.
Sebagai warisan alam yang tak ternilai, sudah sepatutnya kita menjaga kelestarian pohon kulim untuk masa depan.
Sebagai masyarakat yang peduli pada kelestarian lingkungan, kita memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan pohon kulim.
Upaya konservasi dapat dilakukan dengan membatasi eksploitasi berlebihan, melakukan reboisasi, dan menciptakan kawasan lindung khusus untuk spesies ini. Dengan begitu, kita dapat menjamin keberadaan pohon kulim untuk generasi mendatang.
Selain upaya konservasi, kita juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian pohon kulim.
Sosialisasi dan edukasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti kampanye, seminar, atau bahkan dengan memasukkan informasi tentang pohon kulim dalam kurikulum pendidikan.
Semakin banyak orang yang memahami nilai dan manfaat pohon kulim, semakin besar pula upaya untuk melindunginya.
Tidak hanya itu, penelitian dan pengembangan terkait pemanfaatan berkelanjutan pohon kulim juga perlu ditingkatkan.
Dengan mencari alternatif pemanfaatan yang ramah lingkungan, kita dapat menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan manusia dan kelestarian alam.
Misalnya, dengan mengembangkan budidaya pohon kulim secara terkontrol atau memanfaatkan bagian-bagian tertentu tanpa menebang pohonnya.
Mari kita bersama-sama menjaga kelestarian pohon kulim sebagai warisan alam yang tak ternilai.
Bergabunglah dalam upaya pelestarian dengan berpartisipasi dalam program konservasi, menyebarluaskan informasi, atau bahkan dengan menanam pohon kulim di lingkungan sekitar Anda.
Setiap langkah kecil yang kita ambil akan memberikan dampak besar bagi masa depan spesies langka ini.***